Komunikasi Keperawatan pada Pasien Kritis
Follow Like
Komunikasi Keperawatan
pada Pasien Kritis
Pasien kritis adalah
pasien yang secara fisiologis tidak stabil, sehingga mengalami respon
hipermetabolik komplek terhadap trauma, sakit yang dialami yang dapat mengubah
metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostatis nutrisi. Pasien kritis
memiliki masalah yang kompleks, yang mengancam keselamatan jiwa. Pasien kritis
memerlukan perawatan yang intensif dan membutuhkan alat untuk memantau kondisi
dan menjaga kelangsungan hidup, sehingga pasien kritis memerlukan perawatan di
ruang Intensive Care Unit (Menerez, Leite, & Nogueria 2012).
Menurut
Neiden, 2012 (dalam Alshehri dan Ismaile, 2016) ICU merupakan area unik di
rumah sakit dengan staf yang memenuhi syarat, peralatan, perawatan dan
pemantauan lanjutan. Di area ini, pasien dapat dipantau dan dipertahankan
fungsi tubuhnya. Menurut Fox, 2014 (dalam Song, Choi, Son, 2017) ICU merupakan
unit kompleks dan multidisiplin di mana tenaga kesehatan dilatih untuk
melakukan intervensi dan perawatan standar untuk memulihkan kesehatan pasien
kritis.
Aslakson,
2015 (dalam Alshehri dan Ismaile, 2016) menyebutkan bahwa untuk meningkatkan
perawatan pasien kritis, perawat perlu memiliki pendidikan dan pengetahuan
tentang keterampilan komunikasi, manajemen gejala dan aspek perawatan lainnya. Nelson
2001, Rotondi 2002 (dalam Alshehri dan Ismaile, 2016) menyebutkan bahwa komunikasi
sangat penting di ICU terlepas dari kondisi pasien. Pasien kritis seringkali merasa tertekan saat berada di ICU, itu bisa menyebabkan
komunikasi yang buruk. Gejala pasien yang menyedihkan adalah aspek paling umum yang
membuat perawat kesulitan dalam komunikasi.
Komunikasi
antara perawat dan pasien kritis di ICU sangat penting terlepas dari kondisi
pasien, tetapi kesulitan dalam berkomunikasi terkadang dialami perawat.
Penelitian yang dilakukan oleh Alshehri dan Ismaile, 2016, mengungkapkan faktor
penyebab kesulitan komunikasi antara perawat dan pasien kritis, antara lain
merasa tugas yang sulit, kurangnya motivasi, tidak menyukai perawatan paliatif,
berpikir bahwa pendidikan perawat yang diterima tidak cukup untuk membangun
komunikasi yang baik dalam perawatan paliatif di ICU. Selain itu, faktor-faktor
penghambat komunikasi merupakan faktor yang dapat mengganggu atau sama sekali
bisa membuat perawat tidak mampu berkomunikasi secara terapeutik. Solusi–solusi
ini dapat dijadikan pilihan karena bertujuan membantu tenaga kesehatan
profesional (termasuk perawat) memperbaiki penampilan kerja guna memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas (Retnaningsih & Etikasari, 2016).
Penelitian
oleh Alshehri dan Ismaile, 2016 juga mengungkapkan factor yang mempengaruhi
keberhasilan komunikasi pada pasien di ICU, antara lain lingkungan kerja dan
kondisinya merupakan factor yang paling umum, stress, tekanan, dan mood
pribadi, pasien dan keluarga, jenis penyakit, kerja tim, dan yang terakhir
adalah gaji. Sementara berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Schubart., et
al, 2015 mengungkapkan bahwa ada 4 faktor komunikasi, antara lain faktor orang
adalah masalah yang berasal dari individual, terkait dengan pendidikan, latar
belakang budaya dan emosi. Faktor
struktural terkait dengan batas-batas dan koordinasi peran kelembagaan. Masalah
manajemen informasi hasil dari proses sosial dan psikologis dimana professional
perawat dan anggota keluarga mencari, mendistribusikan dan memahami informasi.
Masalah manajemen hubungan timbul dari kesulitan dalam interaksi interpersonal.
Kompetensi
perawat dalam komunikasi profesional sangat penting untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan kualitas kinerja klinis pengaturan perawatan kesehatan. Claramita,
Tuah, Riskione, Prabandari, & Effendy, 2016; Kounenou, Aikaterini, &
Georgia, 2011 (dalam Song, Choi, & Son, 2017) . Komunikasi yang tidak
efektif yang dilakukan perawat kepada pasien kritis di ICU dapat menyebabkan
tingkat kelelahan perawat lebih tinggi dan secara negative mempengaruhi proses
perawatan pasien dan mempengaruhi hasil. Kompetensi komunikasi professional
dalah satu-satunya prediktor signifikan kinerja keperawatan. Selain itu,
kompetensi komunikasi profesional perawat yang lebih besar juga dikaitkan
dengan tingkat usia perawat yang lebih tua, tingkat pendidikan yang lebih
tinggi, dan pengalaman unit perawatan intensif, serta gaji bulanan yang lebih
tinggi (Shepherd et al., 2018)
Foa
et al., 2016 dalam hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa teknik-teknik personal dan
institusional yang diterapkan dalam hal komunikasi di ICU, yaitu pengetahuan
profesional yang harus dimiliki perawat daalam berkomunikasi secara efektif
dengan kemampuan untuk mengenali pentingnya peran dalam perawatan pasien,
pendekatan kepada pasien dan berbagi informasi dalam tim. Teknik yang digunakan
dalam komunikasi dengan pasien berbeda dan pemanfaatannya tergantung dari
beberapa elemen pasien dan personel. Berdasarkan hasil wawancara dalam
penelitiannya di dapatkan hasil komunikasi paraverbal adalah cara paling umum
untuk berkomunikasi dengan pasien yaitu dengan menggunakan strategi ferent
seperti ekspresi wajah atau gerakan bibir.
Penelitian
yang dilakukan oleh Carruthers, Astin & Munro 2017 mengungkapkan bahwa
terdapat strategi efektif untuk memungkinkan pasien yang tidak bersuara
sementara karena intervensi medis, untuk berkomunikasi. Terdapat teknologi
rendah berupa komunikasi/ gambar papan atau buku, grafik alfabet, grafik symbol,
kertas dan pena. Terdapat juga teknologi tinggi berupa, perangkat penghasil
ucapan, missal DynaMyte dan MessageMate, teknologi seluler menggunakan
'aplikasi', teknologi bantu yang dikontrol mata, paket TheGrid2 AAC, Perangkat
Lunak Sensorik Internasional, Inggris, istem komunikasi komputer LifeVoice.
Teknologi itu disebut Augmentative and Alternatife Communication (AAC).
DAFTAR
PUSTAKA
Alshehri,
H., & Ismaile, S. (2016) Nurses experience of communication with palliative
patients in critical care unit: Saudi experience. International Journal of
Advanced Nursing Studies, 5(2), 102-108. doi:
10.14419/ijans.v5i2.6171
Carruthers,
H., Astin, F., & Munro, W. (2017).
Which alternatife communication methods are effective for voiceless
patients in Intensive Care Unit? A systemitic review. Intensive and Critical
Care Nursing, 42, 88-96. doi.org/10.1016/j.iccn.2017.03.003
Foa,
C., Cavalli, L., Maltoni, A., Tosello, N., Sangilles, C., Maron, I., … Artilio,
G. (2016). Communications and relationships between patient and nurse in
Intensive Care Unit: knowledge, knowledge of the work, knowledge of the
emotional state. Acta Biomed for Health Profession, 87(4), 71-82.
Menerez,
F.S., Leite, H.P., Nogueria, P.C.K. (2012). Malnutrition as an independent
predictor of clinical outcome in critically ill children. Nutrition, 28,
267-270. doi:10.1016/j.nut.2011.05.015
Retnaningsih,
D., Etikasari, E. (2016). Hubungan komunikasi perawat dengan tingkat kecemasan
keluarga pasien di unit perawatan kritis. Jurnal Keperawatan Soedirman,
11(1), 35-40.
Schubart,
J.R., Wojnar, M., Dillard, J.P., Meczkowski, E., Kanaskie, M.L., Blackall,
G.F., … Lloyd, T. (2015) ICU family communication and health care professional:
A qualitative analysis perspective. Intensive and Critical Care Nursing,
31, 315-321. doi.org/10.1016/j.iccn.2015.02.003
Shepherd,
J., Waller, A., Fisher, R.S., Clark, K., & Ball, J. (2018). Knowledge of, and
participationin, advance care planning: Across-sectional study of acute and critical
care nurses perceptions. International Journal of Nursing Studies, 86,
74-81. doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2018.06.005
Song,
H.S., Choi, J.Y., & Son, Y.J. (2017) The relationship between professional
communication competention and nursing performance of critical care nurses in
South Korea. International Journal of Nursing Practice, 1-7. doi.org/10.1111/ijn.12576
Komentar
Posting Komentar