RISIKO DEKUBITUS

    

RISIKO DEKUBITUS
A.      Pengertian
Risiko decubitus merupakan kondisi rentan terhadap cedera local pada kulit dan/atau jaringan di bawahnya, biasanya di atas tonjolan tulang sebagai akibat tekanan dengan kombinasi gesekan (NPUAP, 2007)
     Risiko luka tekan merupakan kondisi dimana individu berisiko mengalami cedera local pada kulit/jaringan, biasanya pada tojolan tulang akibat tekanan dan/atau gesekan (SDKI, 2016)

B.       Etiologi
1.      Penurunan mobilitas
2.      Dehidrasi
3.      Kulit kering
4.      Periode imobilitas pada permukaan keras yang lama
5.      Hipertermia
6.      Nutrisi tidak adekuat
7.      Inkontinensia
8.      Kurang pengetahuan pemberi asuhan tentang pencegahan decubitus
9.      Kurang pengetahuan tentang factor yang dapat diubah
10.  Berat badan berlebih
11.  Tekanan pada tonjolan tulang
12.  Kulit kasar
13.  Kurang perawatan diri
14.  Kekuatan gesekan
15.  Kelembapan kulit
16.  Merokok
17.  Friksi permukaan
18.  Penggunaan linen dengan bahan kurang menyerap lembap

C.       Manifestasi Klinis
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2014 membagi derajat dekubitus menjadi enam dengan karakteristik sebagai berikut :
1.      Derajat I : Nonblanchable Erythema
Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan tanda-tanda akan terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet. Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan sebagai kemerahan yang menetap, sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Cara untuk menentukan derajat I adalah dengan menekan daerah kulit yang merah (erytema) dengan jari selama tiga detik, apabila kulitnya tetap berwarna merah dan apabila jari diangkat juga kulitnya tetap berwarna merah.
2.      Derajat II : Partial Thickness Skin Loss
Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemak subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit. Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial dengan warna dasar luka merah-pink, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal. Derajat I dan II masih bersifat refersibel. Jika kulit terluka atau robek maka akan timbul masalah, yaitu infeksi.
3.      Derajat III : Full Thickness Skin Loss
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fasia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik.  Disebut sebagai “typical decubitus” yang ditunjukkan dengan adanya kehilangan bagian dalam kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon dan tulang. Slough mungkin tampak dan mungkin meliputi undermining dan tunneling.
4.      Derajat IV : Full Thickness Tissue Loss
Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang, tendon atau otot. Slough atau jaringan mati (eschar) mungkin ditemukan pada beberapa bagian dasar luka (wound bed) dan sering juga ada undermining dan tunneling. Kedalaman derajat IV dekubitus bervariasi berdasarkan lokasi anatomi, rongga hidung, telinga, oksiput dan malleolar tidak memiliki jaringan subkutan dan lukanya dangkal. Derajat IV dapat meluas ke dalam otot dan atau struktur yang mendukung (misalnya pada fasia, tendon atau sendi) dan memungkinkan terjadinya osteomyelitis. Tulang dan tendon yang terkena bisa terlihat atau teraba langsung.
5.      Unstageable : Depth Unknown
Kehilangan jaringan secara penuh dimana dasar luka (wound bed) ditutupi oleh slough dengan warna kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan atau jaringan mati (eschar) yang berwarna coklat atau hitam didasar luka. slough dan atau eschar dihilangkan sampai cukup untuk melihat (mengexpose) dasar luka, kedalaman luka yang benar, dan oleh karena itu derajat ini tidak dapat ditentukan.
6.      Suspected Deep Tissue Injury : Depth Unknown
Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka secara terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh) yang berisi darah karena kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari tekanan dan atau adanya gaya geser. Lokasi atau tempat luka mungkin didahului oleh jaringan yang terasa sakit, tegas, lembek, berisi cairan, hangat atau lebih dingin dibandingkan dengan jaringan yang ada di dekatnya. Cidera pada jaringan dalam mungkin sulit untuk di deteksi pada individu dengan warna kulit gelap. Perkembangan dapat mencakup blister tipis diatas dasar luka (wound bed) yang berkulit gelap. Luka mungkin terus berkembang tertutup oleh eschar yang tipis.

D.      Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya decubitus :
1.      Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis, 1930)
2.      Durasi dan besarnya tekanan (Koziak, 1959)
3.      Toleransi jaringan (Husain, 1953; Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dan tekanan (Stotts, 1988). Semakin besar tekanan, maka semakin besar pula inseiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentorelansi beberapa tekanan. Namun, pada tekanan eksternal yang lebih besar dari tekanan dasar kapiler akan menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemik. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah akan kolaps dan thrombosis, kondisi ini menyebabkan terganggunya metabolism seluler serta akumulasi produk sisa metabolisme, meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga tampak kemerahan di kulit yang akan menimbulkan risiko dekubitus. Peningkatan derajat dan durasi iskemia yang terjadi akan tidak hanya meningkatkan permeabilitas membrane, tetapi juga berdampak pada nekrosis jaringan dan reaksi inflamasi yang akan memicu terjadinya risiko gangguan integritas kulit/jaringan (Maklebust, 1987).
Jika permeabilitas kapiler meningkat dan durasi tekanan juga meningkat maka akan menyebabkan ulkus decubitus, yang bisa mengakibatkan hilangnya sebagian lapisan kulit yang bisa memicu risiko infeksi dan gangguan integritas kulit/jaringan. Ulkus decubitus akan meningkat dan menyebabkan lapis
Jika tekanan dihilangkan maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka decubitus yang dimulai dari tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan akan melebar ke epidermis (Maklebust, 1995).
Pembentukan luka decubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sacral dan tumit merupakan area yang paling rentan. Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradient tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolism sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.

E.       Pathway


            


 DAFTAR PUSTAKA
 

Bryant, R.  A. (2007). Acute and  Chronic  Wounds Nursing  Management, Second Edition. Missouri: Mosby Inc.
Marison, Moya J, 2004, Manajemen Luka, EGC, Jakarta
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP). 2014. Prevention and Treatment of Pressure Ulcers: Clinical Practice Guideline. NPUAP. Washington DC
Perry & Potter, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktek, Edisi 4, Vol 1, EGC, Jakarta
Smeltzer, Susana C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, EGC, Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTOLERANSI AKTIVITAS